Img src:
tokopedia.
Dalam kehidupan sehari-hari, Anda
tentu sudah familier dengan surat perjanjian atau kontrak. Mulai dari
perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian ketenagakerjaan, dan
sebagainya. Pada setiap perjanjian Anda juga akan menemukan pengesahan di atas
meterai. Lalu timbul pertanyaan: Apakah perjanjian yang tidak menggunakan meterai
tidak sah?
Terkait penggunaan meterai, tidak
sedikit masyarakat yang sering keliru memahami penggunaannya dalam suatu
perjanjian. Mereka seringkali beranggapan bahwa meterai adalah tanda bahwa perjanjian
yang dibuat dan disepakati itu sah. Sementara, perjanjian tanpa adanya meterai,
bisa dianggap sebagai sesuatu yang tidak sah dan bisa dibatalkan.
Mengacu pada Undang Undang Nomor 13
tahun 1995 tentang Bea Meterai, dan diatur lebih spesifik dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya
Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai, fungsi dan hakikat
utama dari Bea Meterai yang perlu Anda cermati, yakni:
1. Bea
Meterai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen
tertentu. Surat pernyataan atau perjanjian yang tidak dibubuhkan meterai tidak
membuat pernyataan atau perjanjian tersebut menjadi tidak sah. Akan tetapi,
jika Anda memang bermaksud untuk menjadikan surat pernyataan atau perjanjian
tersebut sebagai alat bukti di pengadilan, maka harus dilunasi Bea Meterai yang
terutang.
2. Bea
Meterai, surat perjanjian, dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian yang bersifat perdata, merupakan salah
satu dokumen yang dikenakan bea meterai.
Sementara itu, Pasal 1 huruf a
Kepmenkeu No. 476/KMK.03/2002 Tahun 2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan
Cara Pemeteraian Kemudian mengatur bahwa pemeteraian dapat dilakukan kemudian, atas
suatu dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai.
Berdasarkan ketentuan tersebut, bea
meterai bisa memiliki kekuatan hukum di pengadilan dengan terlebih dahulu
dilengkapi syarat administratifnya. Artinya jika Anda akan menggunakan bea
meterai sebagai alat bukti di pengadilan, selesaikan dahulu denda administrasi
sebesar 200% harga meterai. Jangka waktu penyelesaian yang disyaratkan yakni 5
tahun sejak tanggal perjanjian dibuat.
Dengan demikian, meterai bukanlah
acuan tentang sah atau tidak sahnya suatu perjanjian. Ketentuan hukum yang
mengatur pengesahan ini termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (burgerleijk wetboek). Berikut 4 unsur yang merupakan syarat sahnya
suatu perjanjian:
1. Adanya
kesepakatan para pihak yang terlibat, yang dibuktikan dengan adanya tanda
tangan para pihak yang membuat perjanjian.
2. Adanya
kecakapan dari para pihak yang membuat perjanjian, yang mengharuskan kedua
pihak memiliki kapasitas dalam hukum untuk menandatangangani perjanjian. Pihak-pihak
yang dianggap tidak memiliki kapasitas, yakni orang di bawah umur, orang
dibawah pengampuan, orang gila/orang yang tidak bisa berpikir.
3. Objek
perjanjian yang jelas dan pasti. Misalnya dalam suatu transaksi jual beli
rumah, harus disampaikan deskripsi yang jelas tentang rumah yang menjadi objek
perjanjian tersebut.
4. Perjanjian
yang dibuat mencakup hal-hal yang tidak bertentangan dan tidak melanggar
ketentuan hukum yang berlaku. Perjanjian harus memuat syarat dan ketentuan yang
halal dan memiliki maksud serta tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum. Hal
ini perlu diperhatikan dalam pemuatan klausul-klausul tertentu yang harus
dipastikan bebas dari ketentuan-ketentuan pelanggaran pencucian uang,
narkotika, dan obat-obatan terlarang.
Sesuai pembahasan 4 unsur yang
termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pertanyaan “Apakah
perjanjian yang tidak menggunakan meterai tidak sah?” pun bisa terjawab tanpa
harus memicu kekeliruan lebih lanjut.