Tahapan, Proses, dan Keuntungan serta Kelemahan Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi

Penyelesaian sengketa melalui litigasi artinya menggunakan pengadilan berikut sistem peradilan sipil untuk menyelesaikan permasalahan.

Rekomendasi Tempat Sertifikasi Pelatihan K3

Kebutuhan staf ahli K3 memang tengah meningkat seiring kesadaran membangun lingkungan kerja...

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 27 Juli 2018

Tips Menghadapi Proses Perceraian



Proses perceraian yang panjang dapat menguras emosi dan tenaga. Simak beberapa tips menghadapinya agar perceraian tak berujung bencana.

Setiap pasangan suami-istri tentu tidak pernah menginginkan rumah tangganya berujung pada perceraian. Namun, terkadang, permasalahan yang tak pernah ada habisnya menggerogoti biduk rumah tangga membuat salah satu atau kedua belah pihak berucap kata menyerah.



Selain harus menghadapi kenyataan pahit bahwa kehidupan pernikahan sudah berakhir, pasangan yang bercerai pun harus diuji untuk mampu menghadapi proses perceraian dengan tegar.



Memang tidak mudah untuk selalu berpikiran positif dan tegar dalam menghadapi momen terpahit dalam hidup. Namun, bukan berarti Anda hanya bisa bersedih dan menyesali semua yang pernah terjadi dalam pernikahan. Agar lebih tegar dan tenang saat melalui proses perceraian, simak beberapa tips berikut ini.







Berdamai dengan perasaan sendiri

Berbagai perasaan tentu berkecamuk dalam dada kala keputusan bercerai terucap. Anda mungkin akan merasa sedih, marah, menyesal, dan trauma. Hal tersebut wajar dan Anda justru harus mampu jujur pada perasaan sendiri. 



Berhenti untuk menganggap bahwa Anda baik-baik saja. Bicarakan unek-unek Anda pada sahabat atau keluarga yang dipercaya. Yang paling penting, jangan sampai Anda sendirian dalam menghadapi proses ini.







Konsultasi dengan pengacara

Anda memang dapat menjalani proses perceraian tanpa bantuan pengacara. Namun, jika proses perceraian melibatkan sengketa harta atau hak asuh anak, peran pengacara mutlak dibutuhkan untuk membantu Anda mendapatkan solusi terbaik.



Pastikan Anda memberikan segala informasi yang dibutuhkan kepada pengacara. Utarakan hak dan segala sesuatu yang Anda butuhkan agar pengacara dapat memberikan pemecahan masalah yang adil bagi Anda dan pasangan. 



Kehadiran pengacara juga dapat membantu Anda melewati tahapan atau proses pengurusan perceraian yang terkadang rumit dan memakan banyak waktu.






Pastikan segala berkas yang diperlukan dalam proses perceraian dibuat sesuai prosedur

Salah satu hal yang membuat proses perceraian berlangsung lebih lama adalah kesalahan dalam mengajukan permohonan perceraian. 



Kesalahan tersebut dapat berupa kesalahan pencantuman identitas, alasan bercerai, dan hal-hal yang bersifat teknis lainnya. 



Karenanya, Anda harus memastikan permohonan perceraian dibuat sesuai ketentuan yang ditetapkan Pengadilan Agama. Pastikan pula alasan permohonan cerai Anda dapat diterima sesuai ketentuan hukum






Bersiap menghadapi potensi pembagian harta

Jika Anda dan pasangan berperan aktif dalam menghasilkan sumber pemasukan rumah tangga, hampir dipastikan Anda harus melalui proses pembagian harta yang lumayan pelik. Kebanyakan pasangan yang mengalami hal tersebut sulit mencapai kesepakatan dalam pembagian harta sebab tentu ada salah satu pihak yang merasa “dirampok”.



Itulah sebabnya Anda perlu merinci komponen harta bersama dan pribadi.
Siapkan seluruh informasi yang diperlukan pengacara untuk membangun kasus keuangan tanpa menimbulkan konflik berkepanjangan dengan pasangan. 



Gunakan riwayat keuangan, kuitansi, atau bukti tertulis lainnya untuk menaksir nilai properti yang menjadi milik bersama dan aset pribadi Anda. Berikan kesempatan pada pasangan untuk mengutarakan keinginannnya. Dari situ, Anda dapat menemukan jalan untuk bernegosiasi.






Atur strategi dalam mengatur kehidupan pasca perceraian

Dalam hal ini, anak harus menjadi pihak yang tidak boleh dirugikan atas keputusan orang tuanya untuk bercerai. Anda dan pasangan harus memastikan agar anak mendapatkan haknya meski sudah tidak bersama. 



Hak anak tersebut meliputi tempat tinggal yang layak, biaya hidup dan pendidikan, kebutuhan aktualisasi diri, serta kebutuhan kasih sayang dari kedua orang tua. Setelah bercerai, Anda dapat membuat perjanjian untuk memastikan bahwa tidak ada hak anak yang dikorbankan meskipun Anda dan pasangan sudah tidak bersama.



Itulah beberapa hal yang perlu Anda terapkan dalam menghadapi proses perceraian. Bicarakan segala kebutuhan Anda secara hukum dengan pengacara untuk memastikan proses perceraian berjalan lancar dan tidak menimbulkan sengketa.



Ingin mengajukan pertanyaan lain? Jangan sungkan untuk menghubungi kantorpengacara.co melalui telepon +62 812 9797 0522 atau email info@kantorpengacara.co. Kami siap membantu Anda dengan sepenuh hati.

Selasa, 24 Juli 2018

Cashing Out Annual Leave: Is It Possible and Is It Wise?



Cashing Out Annual Leave in Indonesia is possible, but is it even wise? Read more to find out the possibility.

The Article 79 (2) of Indonesian Law Number 13/2003 regarding Labor Law has made it clear. Employees are entitled to have 12 days of annual leave every year. 


Of course, this entitlement is granted after they have worked for consecutive 12 months. (This means, no sick leaves in the middle). 


Still, how about cashing out annual leave?


Before we go straight to the topic, here is another one that you should know: Article 5 (2) of Government Law Number 21/1954 regarding Determination of Regulation of Labor Rest, employers also have the right to postpone your leave request as an employee for six months maximum. 


Although this sounds unpleasant, they actually do if there is an evidence that has something to do with the interest of the company.


For example: The company is understaffed and there is still a lot of work to be done. If you choose to leave in the middle of this, then they will surely be overwhelmed. Another example is when you have not fulfilled the requirements for your leave request to be approved, like you have not worked for 12 months nonstop. 


Still, this is also impossible to fulfil, because it is often not beneficial for employees and the company.
Because of this, some employees consider the idea of cashing out annual leave. 

Not only they feel like they cannot go anywhere at the moment, they also need some quick money for something else. 


The question is: is it possible to do so?


Although this may occur in some other countries like Australia, it is not the same case with Indonesia. The untaken annual leave will expire in six months after the employee has requested for it. 


There is no regulation regarding a compensation to the lost annual leave, although the employer of the company and the employees may agree on a special term.



Is It Wise to Cash Out Your Annual Leave?

Despite the possibility of striking out this deal with your employee, cashing out annual leave may not always be a good idea. According to The Huffington Post Australia, it may trigger people to be such workaholics. 


Director of Employee Matters, Natasha Hawker, has even agreed with this:

“I think it’s really important to give people the opportunity to rejuvenate and reflect by taking time off.”


Because of this, more people work harder than ever. The digital-based policy also does not really help matters. Although they are not always physically at work, their minds still are. 


This is even more critical for them to really take their break instead of cashing it. After all, their annual leave is part of their rights as employees of the company.


“Well-rested people sharing the joys of their holidays means a more motivated, happy workplace,”





Hawker also added. This means a positive impact on the company, since employees are usually more productive after enjoying their break from work. It is good to be productive, but it is even better when you are really happy doing it.


So, cashing out annual leave may be possible, depending on the agreement with the employer, but is it a wise choice to skip your chance for a break? You decide.



BP LAWYERS CAN HELP YOU: WE CAN ASSIST YOU IN PROVIDING THE BEST SOLUTION TO THE LEGAL PROBLEM OF YOUR BUSINESS OR YOUR COMPANY’S. YOU CAN CONTACT US VIA ASK@BPLAWYERS.CO.ID OR +62 821 1000 4741

Senin, 23 Juli 2018

Adakah Kewajiban Perusahaan Memberi kompensasi Untuk Mengganti Cuti Tahunan?




Cuti tahunan tidak diambil, apakah perusahaan wajib memberi kompensasi? Simak aturan hukumnya secara rinci di sini.


Memberi jatah cuti tahunan menjadi salah satu kewajiban dari pihak perusahaan kepada para karyawan. Lewat UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pemerintah mewajibkan setiap pemilik usaha untuk memberikan jatah cuti tahunan selama 12 hari kepada para karyawan. Jatah cuti tersebut, menurut undang-undang, diberikan setelah karyawan bekerja di perusahaan selama 12 bulan atau 1 tahun secara berturut-turut.



Dengan landasan hukum tersebut, maka jatah cuti tahunan yang diterima oleh setiap karyawan adalah sebanyak 12 hari. Perusahaan tidak boleh mengurangi jumlah tersebut, apalagi sampai menghilangkannya. Pada praktiknya, ada pula perusahaan yang memilih untuk memberikan jatah cuti tahunan lebih besar dibandingkan ketentuan undang-undang. Bahkan, semakin tinggi jabatan seorang karyawan, semakin banyak jatah cuti tahunan yang didapatkan. Hal seperti ini tentu diperbolehkan oleh undang-undang.



Dengan ketentuan tersebut, muncul pertanyaan terkait dengan jatah cuti tahunan yang tidak dipakai. Apakah pihak perusahaan punya kewajiban memberi kompensasi ketika ada jatah cuti tahunan yang tak dimanfaatkan karyawan? Apalagi, dengan mempertimbangkan bahwa cuti tahunan merupakan hak karyawan untuk beristirahat dengan tetap memperoleh upah.







Perusahaan Wajib Memberi Kompensasi Cuti Tahunan Ketika Terjadi PHK


Terkait hal yang satu ini, Anda perlu membaca peraturan perusahaan masing-masing. Menurut UU Ketenagakerjaan, pihak perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk mengganti jatah cuti tahunan yang tak terpakai dengan sejumlah uang. Undang-undang hanya mengatur adanya pemberian kompensasi cuti tahunan ketika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengunduran diri.



Aturan terkait pemberian kompensasi jatah cuti tahunan ketika terjadi PHK atau pengunduran diri itu bisa dilihat pada Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Cara perhitungan kompensasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan upah kotor, jatah cuti dalam setahun, serta tanggal efektif pengunduran diri. Dari situ, Anda akan memperoleh hak cuti yang dapat diuangkan. 






Kompensasi Jatah Cuti Tahunan Tak Terpakai Merupakan Kebijakan Perusahaan

Perlu dicatat, kasus pemberian kompensasi cuti tahunan itu hanya berlaku untuk karyawan yang mengundurkan diri atau memperoleh PHK. Kasus tersebut tidak berlaku bagi karyawan yang tetap bekerja untuk perusahaan. Dalam UU Ketenagakerjaan, jatah cuti tahunan yang tidak dimanfaatkan hingga telah lewat masanya, terhitung gugur. Oleh karena itu, bagi karyawan, sebaiknya memanfaatkan jatah cuti dari perusahaan seoptimalnya.



Di waktu yang sama, pemerintah juga tidak melarang ketika perusahaan memilih untuk memberikan kompensasi uang kepada karyawan sebagai ganti atas jatah cuti tahunan. Cara perhitungan kompensasi jatah cuti tahunan tersebut pun bisa diatur sesuai dengan perundingan antara perusahaan dengan karyawan. Perundingan ini dapat diwujudkan dengan adanya perjanjian kerja.



Oleh karena itu, seorang karyawan perlu mengetahui secara rinci peraturan yang berlaku di tempat bekerjanya. Dengan begitu, Anda bisa tahu hak yang didapatkan serta kewajiban yang harus dipenuhi, termasuk di antaranya adalah ada tidaknya kewajiban pemberian kompensasi untuk jatah cuti tak terpakai.




Dari peraturan perusahaan tersebut, Anda bisa tahu seberapa banyak jatah cuti tahunan yang bisa didapatkan. Selain itu, seberapa besar pula kompensasi cuti tahunan, kalau memang ada. Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah, terkait cuti bersama yang biasanya ditetapkan oleh pemerintah. Perlu diketahui bahwa cuti bersama merupakan bagian dari cuti tahunan. Jadi, ketika Anda memilih menggunakan cuti bersama, maka secara otomatis, jatah cuti tahunan akan berkurang.



Demikianlah informasi penting terkait adanya kompensasi yang bisa diterima oleh karyawan ketika memilih untuk tak menggunakan jatah cuti tahunannya. Semoga  bermanfaat.


BP Lawyers dapat membantu Anda
Kami dapat membantu Anda dalam memberikan solusi terbaik atas permasalahan legalitas kegiatan usaha  perusahaan Anda. Anda dapat menghubungi kami melalui ask@bplawyers.co.id atau +62 821 1000 4741

Senin, 16 Juli 2018

Apakah Boleh Menggugat Cerai Suami Ketika Sedang Hamil


Menggugat cerai suami pada saat sedang hamil, apakah keputusan yang benar? Apa hal yang harus diperhatikan?
Sebuah perkawinan sesungguhnya dirancang untuk bertahan hingga maut memisahkan. Faktanya harapan itu tidak berlangsung dengan mulus. Buktinya, ratusan ribu kasus perceraian terjadi setiap tahun. Faktor penyebabnya bermacam-macam, mulai dari masalah ekonomi hingga kekerasan di dalam rumah tangga.


Apa pun alasannya, perceraian menimbulkan dampak yang negatif, baik bagi pasangan suami istri maupun anak-anaknya. Itulah sebabnya perceraian disebut sebagai jalan terakhir yang bisa ditempuh setelah berbagai upaya untuk memulihkan kondisi rumah tangga tidak berhasil.





Menggugat Cerai Saat Hamil
Apakah boleh menggugat cerai suami ketika sedang hamil? Apabila masalah yang terjadi di dalam rumah tangga tidak bisa lagi diatasi, perceraian biasanya menjadi satu-satunya solusi. Bahkan, ketika sedang berada dalam keadaan hamil, seorang istri boleh-boleh saja menggugat cerai suaminya.


Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, gugatan perceraian dapat dilayangkan apabila ada cukup alasan untuk itu. Dalam hal ini, suami dan istri tidak bisa diharapkan akan kembali hidup rukun dalam suatu ikatan perkawinan. Kehamilan sekali pun tidak dapat menjadi penghalang untuk itu.


Namun, perlu diingat ada konsekuensi cukup berat yang harus dihadapi oleh seorang wanita yang bercerai dalam kondisi hamil. Salah satunya, stres yang melanda pada saat menghadapi proses panjang perceraian. Hal lainnya adalah tentang hak asuh anak kelak setelah lahir serta bagaimana menafkahinya.




Saran untuk Para Suami
Bercerai bukanlah hal yang mudah untuk diterima begitu saja, termasuk bagi para suami yang digugat cerai oleh istri. Rasa bersalah mungkin akan menghantui, terutama jika memikirkan kondisi bayi yang masih ada dalam kandungan istri.


Meskipun demikian, jika menghadapi kondisi seperti ini, suami diharapkan untuk tetap tenang. Suami sebaiknya tidak memberikan tekanan yang lebih besar kepada istri. Hal ini perlu dilakukan demi menghindari terjadinya hal-hal yang dapat memengaruhi kondisi janin.


Bagaimanapun, proses perceraian memakan waktu yang cukup panjang. Energi terkuras, demikian pula emosi. Bila tidak pandai mengelola emosinya, wanita hamil dapat stres dan berdampak negatif pada kandungan. Stres akut akan meningkatkan risiko kelahiran prematur atau masalah berat badan lahir rendah.





Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
Banyak kasus perceraian terjadi pada saat wanita sedang hamil. Secara hukum, hal ini tidak dilarang. Namun, ada beberapa hal penting yang perlu disadari sebelum mengambil keputusan besar ini.


Pertama, istri atau calon ibu harus mempersiapkan diri menghadapi perjuangan membesarkan anak seorang diri (single parent). Meskipun ayah boleh tetap mengasuh anak yang akan dilahirkan tersebut sesuai kesepakatan bersama, kondisinya tentu tidak lagi sama.


Kedua, proses perceraian akan menguras banyak waktu, tenaga, dan emosi. Seorang wanita harus siap menghadapi seluruh tekanan yang akan terjadi, baik dari diri sendiri, suami, maupun keluarga besar. Hal ini tentu tidak mudah apalagi dalam kondisi sedang hamil. Dalam hal ini, dukungan orang-orang di sekitarnya sangat penting.


Ketiga, berpikirlah ulang secara jernih sebelum mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Perlu diketahui, wanita yang sedang hamil sering mengalami mood swing sehingga kerap memengaruhi keputusan-keputusan yang diambil. Jangan sampai ada rasa menyesal setelah perceraian benar-benar terjadi.


Jadi, jika ada yang menanyakan apakah boleh menggugat cerai suami ketika sedang hamil? Ya, hal ini boleh dilakukan asal penggugat paham sungguh-sungguh dengan dampaknya kelak, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika masih ragu, sebaiknya tunda dahulu keputusan ini hingga usai melahirkan.



Nah, demikian ulasan singkat mengenai perceraian yang dilakukan pada saat hamil. Semoga bermanfaat.

Untuk informasi terkait tata cara pengajuan gugatan cerai atau konsultasi perceraian, Anda bisa menggunakan layanan Kantor Pengacara. Informasi lebih lanjut bisa ditanyakan lewat email info@kantorpengacara.co atau nomor telepon +6281297970522.

Indonesian Law Overview of Employee Compensation Pay



Long service pay is the appreciation that is given to the worker after their term of work in an enterprise is over. The worker entitles the reward money as a form of gratitude for their vocation during a certain period. 



In Indonesia, although this matter is elaborated in the Indonesian Law Act 13 of 2003 of Manpower, the form or the amount of a gratuity award is still often debated and becoming an important issue between the employee and the employer.




Many of the workers do not seem aware of their rights and obligations until they are thinking about leaving the company. Most of the permanent workers do not have a written contract specifying the rules of the employment, while fixed-term and foreign employee contract does not specify clearly of their rights and obligation. 



This is one of the main reasons of why it can be beneficial to have a third party such as law consultant to help to review the contract sign between the employee and the employer at the beginning of the employment.





When the long service pay is not specified in the employee contract, the Human Resource Department is referring to the labor law Act 13, Article 156 regarding the reward money as appreciation for the employee services.

1. Working time period 3 (three) or more years but less than 6 (six) years –2 (two) months’ salary
2. Working time 6 (six) or more years but less than 9 (nine) years – 3 (three) months’ salary
3. Working time 9 (nine) or more years but less than 12 (twelve) years – 4 (four) months’ salary
4. Working time 12 (twelve) or more years but less than 15 (fifteen) years – 5 (five) months’ salary
5. Working time 15 (fifteen) or more years but less than 18 (eighteen) years – 6 (six) months’ salary
6. Working time 18 (eighteen) or more years but less than 21 (twenty-one) years –7 (seven) months’ salary
7. Working time 21 (twenty-one) or more years but less than 24 (twenty-four) years –8 (eight) months’ salary
8. Working time 24 (twenty-four) or more years – 10 (ten) months’ salary







There are also additional calculations for compensating the employee, namely compensation rights pay, such as: 

1. Compensation for yearly leave that has not been used and is still valid on the time frame.
2. The transportation cost for the workers and their family to go to the next destination where they are accepted for work.
3. Housing replacement cost, medical expenses, and nursing are set at 15% (fifteen percent) for those who meet the qualifications.





Since the employees expecting the employer to fairly giving their rights, ones also expected to fulfill their obligation. Most of the obligations are stated in the employment contract, but here are a few of general situation expected from the employer:- giving one-month prior notice, at least 30 (thirty) days before effective resignation date;


- giving their best performance to finish the working related tasks required;- does not breach any terms in the employee contract.

If there is anything other than specified in the contract, the law permits both parties to find a win-win solution. Not only to set the long service pay but also to protect all of the parties relationships in the future.


BP Lawyers can help you: we can assist you in providing the best solution to the legal program of your business or your company’s.  You can contact us via ask@bplawyers.co.id or +62 821 1000 4741

Kamis, 12 Juli 2018

Perhatikan Hal-Hal Berikut Ini Sebelum Mengundurkan Diri





Sebelum mengundurkan diri secara sukarela, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pekerja agar proses pengunduran diri dapat berjalan lancar.




Meninggalkan satu perusahaan untuk bekerja di perusahaan lain memang sudah wajar terjadi. Jenjang karir dan penghasilan yang lebih baik, serta pekerjaan yang sesuai dengan minat merupakan sedikit hal yang menjadi alasan seorang pekerja mengundurkan diri dari perusahaan lamanya.



Sayangnya, proses dan tahapan pengunduran diri ini kadang belum sepenuhnya dipahami oleh para pekerja. Padahal, aturan dan ketentuan mengenai pengunduran diri ini sudah tercantum di dalam undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan Kemenakertrans. Karena tidak mengikuti prosedur yang sesuai, banyak pekerja yang kemudian pengunduran dirinya ditolak atau bahkan uang pesangon mengundurkan diri yang ditahan oleh perusahaan.


Untuk mengetahui bagaimana proses pengunduran diri yang benar dan hak-hak apa saja yang didapatkan pekerja saat mereka mengundurkan diri, akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.



Syarat Mengundurkan Diri

Pada pasal 162 ayat 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, pekerja yang mengundurkan diri wajib memenuhi beberapa syarat terlebih dahulu, yaitu:

1.      Pengajuan permohonan mengundurkan diri secara tertulis paling lambat 30 hari atau 1 bulan sebelum tanggal pengunduran diri.
2.      Tidak terikat di dalam ikatan dinas.
3.      Masih tetap melaksanakan kewajiban dan tugasnya hingga tanggal pengunduran diri.


Jika ketiga syarat di atas tidak dipenuhi oleh karyawan yang akan mengajukan pengunduran diri, maka perusahaan memiliki hak untuk memberikan sanksi atau penundaan izin pengunduran diri. Mengenai sanksi apa yang diterima oleh pekerja jika tidak memenuhi syarat-syarat di atas, semuanya diserahkan kembali kepada pihak perusahaan. Undang-undang tidak mengaturnya secara detail. Namun, bagi karyawan dengan perjanjian waktu tertentu (PKWT) sanksi yang didapatkan sudah jelas tertulis di dalam surat perjanjian. Pengenaan sanksi ini juga sudah tercantum di dalam pasal 62 UU Ketenagakerjaan.


Terkait syarat pertama, perusahaan bisa saja menetapkan syarat pengajuan pengunduran diri lebih dari 30 hari, misalnya 60 hari sebelum tanggal pengunduran diri. Semuanya tergantung dari peraturan, perjanjian kerja, dan perjanjian kerja bersama yang dimiliki oleh tiap-tiap perusahaan.


Syarat 30 hari diasumsikan sebagai jangka waktu perusahaan dalam mencari pengganti dari pekerja yang mengundurkan diri. Undang-undang juga hanya mengatur jangka waktu minimal saja, bukan maksimal, jadi sah-sah saja bila perusahaan memberikan syarat 2 month notice, misalnya. Apalagi, untuk posisi-posisi tertentu memang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencari pengganti.



Hak-Hak yang Didapatkan Pekerja

Tidak semua hak bisa dibayarkan kepada karyawan yang mengundurkan diri. Hak-hak yang diberikan tergantung dari jenis pengunduran diri masing-masing pekerja. Contohnya, bagi karyawan yang mengundurkan diri lewat PHK atau tidak atas inisiatif pribadi maka hak-hak yang diperoleh sesuai undang-undang meliputi uang penghargaan masa kerja, uang pesangon mengundurkan diri, dan uang pengganti hak.


Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela, menurut undang-undang hanya berhak mendapatkan UPH dan uang pisah saja. Besarnya uang pisah juga ditentukan oleh masing-masing perusahaan. Biasanya, besaran uang pisah ini perhitungannya disamakan dengan UPMK atau uang pesangon yang diatur di dalam undang-undang.


Namun, aturan di dalam undang-undang tidak melarang perusahaan untuk tidak memberikan hak-hak lainnya kepada pekerja yang mengundurkan diri. Ada beberapa perusahaan yang juga memberikan uang pesangon mengundurkan diri juga UMPK, di samping memberikan uang pisah dan UPH. Semuanya dikembalikan lagi terhadap peraturan di dalam masing-masing perusahaan.


Agar hubungan antara pekerja dan perusahaan tetap baik, sebaiknya proses pengunduran diri bisa diurus dengan baik tanpa ada konflik