Selasa, 30 Januari 2018

Apakah Perjanjian yang Tidak Menggunakan Meterai Tidak Sah?


Img src: tokopedia.

Dalam kehidupan sehari-hari, Anda tentu sudah familier dengan surat perjanjian atau kontrak. Mulai dari perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian ketenagakerjaan, dan sebagainya. Pada setiap perjanjian Anda juga akan menemukan pengesahan di atas meterai. Lalu timbul pertanyaan: Apakah perjanjian yang tidak menggunakan meterai tidak sah?
Terkait penggunaan meterai, tidak sedikit masyarakat yang sering keliru memahami penggunaannya dalam suatu perjanjian. Mereka seringkali beranggapan bahwa meterai adalah tanda bahwa perjanjian yang dibuat dan disepakati itu sah. Sementara, perjanjian tanpa adanya meterai, bisa dianggap sebagai sesuatu yang tidak sah dan bisa dibatalkan.
Mengacu pada Undang Undang Nomor 13 tahun 1995 tentang Bea Meterai, dan diatur lebih spesifik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai, fungsi dan hakikat utama dari Bea Meterai yang perlu Anda cermati, yakni:
1.      Bea Meterai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen tertentu. Surat pernyataan atau perjanjian yang tidak dibubuhkan meterai tidak membuat pernyataan atau perjanjian tersebut menjadi tidak sah. Akan tetapi, jika Anda memang bermaksud untuk menjadikan surat pernyataan atau perjanjian tersebut sebagai alat bukti di pengadilan, maka harus dilunasi Bea Meterai yang terutang.
2.      Bea Meterai, surat perjanjian, dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian yang bersifat perdata, merupakan salah satu dokumen yang dikenakan bea meterai.
Sementara itu, Pasal 1 huruf a Kepmenkeu No. 476/KMK.03/2002 Tahun 2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian mengatur bahwa pemeteraian dapat dilakukan kemudian, atas suatu dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai.
Berdasarkan ketentuan tersebut, bea meterai bisa memiliki kekuatan hukum di pengadilan dengan terlebih dahulu dilengkapi syarat administratifnya. Artinya jika Anda akan menggunakan bea meterai sebagai alat bukti di pengadilan, selesaikan dahulu denda administrasi sebesar 200% harga meterai. Jangka waktu penyelesaian yang disyaratkan yakni 5 tahun sejak tanggal perjanjian dibuat.
Dengan demikian, meterai bukanlah acuan tentang sah atau tidak sahnya suatu perjanjian. Ketentuan hukum yang mengatur pengesahan ini termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerleijk wetboek). Berikut 4 unsur yang merupakan syarat sahnya suatu perjanjian:
1.      Adanya kesepakatan para pihak yang terlibat, yang dibuktikan dengan adanya tanda tangan para pihak yang membuat perjanjian.
2.      Adanya kecakapan dari para pihak yang membuat perjanjian, yang mengharuskan kedua pihak memiliki kapasitas dalam hukum untuk menandatangangani perjanjian. Pihak-pihak yang dianggap tidak memiliki kapasitas, yakni orang di bawah umur, orang dibawah pengampuan, orang gila/orang yang tidak bisa berpikir.
3.      Objek perjanjian yang jelas dan pasti. Misalnya dalam suatu transaksi jual beli rumah, harus disampaikan deskripsi yang jelas tentang rumah yang menjadi objek perjanjian tersebut.
4.      Perjanjian yang dibuat mencakup hal-hal yang tidak bertentangan dan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Perjanjian harus memuat syarat dan ketentuan yang halal dan memiliki maksud serta tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum. Hal ini perlu diperhatikan dalam pemuatan klausul-klausul tertentu yang harus dipastikan bebas dari ketentuan-ketentuan pelanggaran pencucian uang, narkotika, dan obat-obatan terlarang.
Sesuai pembahasan 4 unsur yang termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pertanyaan “Apakah perjanjian yang tidak menggunakan meterai tidak sah?” pun bisa terjawab tanpa harus memicu kekeliruan lebih lanjut.

Referensi: BPL

0 komentar:

Posting Komentar