Jika boleh memilih, tidak ada seorang pun yang ingin bercerai. Perceraian
adalah hal yang paling menyakitkan, tidak hanya bagi pasangan, tetapi juga anak
dan keluarga besar.
Namun, tidak semua perkawinan dapat diselamatkan dengan
jalan rujuk. Ada sebagian pernikahan yang memang harus berakhir dengan
kepahitan.
Dalam proses perceraian, persoalan harta selalu menjadi fokus utama, tetapi
ada pasangan yang justru memutuskan untuk mengutamakan status perceraian lebih
dulu ketimbang harta gono gini.
Pembagian harta akan mudah jika sebelum
menikah telah melakukan kesepakatan atau memiliki perjanjian pranikah.
Bagaimana jika tidak?
Jenis Harta Perkawinan
Sebelum melakukan pembagian harta, ada baiknya Anda memahami hukum yang
mengatur harta selama pernikahan berlangsung.
Berdasarkan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 mengenai perkawinan, ada tiga jenis harta dalam perkawinan, yakni harta
bersama, harta bawaan, dan harta perolehan.
1. Harta Bersama
Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan
berlangsung, baik dari pihak suami maupun istri. Harta ini dapat berupa
penghasilan bulanan, keuntungan bisnis yang dikelola bersama, deviden saham,
atau dari pendapatan lainnya.
Harta ini merupakan gabungan dan digunakan untuk kepentingan bersama selama
berumah tangga. Biasanya, untuk menggunakan harta ini, masing-masing pihak akan
menunggu persetujuan pihak lainnya.
2. Harta Bawaan
Harta bawaan adalah harta yang dimiliki oleh masing-masing pasangan,
sebelum perkawinan berlangsung. Baik berupa harta warisan, hadiah, maupun harta
yang dihasilkan sendiri.
Misalnya, sebelum menikah istri telah memiliki sebuah mobil dan uang
tabungan sebesar lima puluh juta rupiah, sedangkan suami memiliki sebuah toko,
sepeda motor, dan uang tabungan senilai seratus juta.
Sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan yang berlaku, harta tersebut
merupakan milik masing-masing sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh pihak
lainnya, kecuali pihak tersebut dengan sukarela melepaskan apa yang menjadi
miliknya pada pihak lain.
3. Harta Perolehan
Harta ini merupakan harta yang diperoleh selama pernikahan berlangsung.
Harta ini dapat berupa hibah, hadiah, atau warisan.
Status harta ini sama
dengan harta bawaan, yakni sepenuhnya dimiliki oleh pihak yang menerima.
Sebagaimana
harta bawaan, harta perolehan juga dapat diberikan pada pihak lain sesuai
dengan kesepakatan.
Baca juga: Nasib utang suami/istri pasca perceraian
Pembagian Harta Paska Perceraian
Dengan memahami konsep tersebut, Anda akan lebih mudah untuk melakukan
pembagian harta gono gini pasca perceraian terjadi. Ada sejumlah cara yang dapat ditempuh, tetapi cara
pertama dan paling direkomendasikan adalah kesepakatan.
Dengan cara ini, Anda dan pasangan cukup melakukan rincian mengenai daftar
kekayaan yang diperoleh selama menjalani biduk rumah tangga. Karena bersifat
kekeluargaan, Anda dapat mengajukan keberatan bila tidak sesuai sebelum
mufakat.
Jika cara ini tidak berhasil, Anda bisa merujuk pada ketetapan dalam
Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa harta bersama dibagi dengan persentase
yang sama rata. Dengan kata lain, masing-masing pihak mendapat bagian sama
besar, 50:50.
Namun, jika salah satu atau kedua belah pihak merasa pembagian
tidak adil maka jalan terakhir yang dapat dipilih adalah jalur hukum.
Dibanding dua cara sebelumnya, jalur hukum memang lebih merepotkan dan
melelahkan, terlebih bagi Anda yang awam mengenai hukum. Sebaiknya, gunakan
jasa pengacara supaya Anda dapat fokus pada pekerjaan lain tanpa direpotkan
oleh urusan pembagian harta.
Umumnya, pengacara akan memberikan pendampingan dan mengatur strategi yang
tepat sehingga Anda mendapatkan kembali hak Anda sesuai dengan kontribusi
selama pernikahan berjalan.
Dengan jasa pengacara, Anda pun akan terhindar dari
putusan yang berat sebelah atau tidak adil.
Ingin mengajukan pertanyaan lain? Jangan sungkan untuk menghubungi kantorpengacara.co melalui telepon +62 812 9797 0522 atau email info@kantorpengacara.co. Kami siap membantu Anda dengan sepenuh hati.
0 komentar:
Posting Komentar