UU No.8 Tahun 199 tentang Perlindungan Konsumen mengatur
tentang masalah sengketa yang ditangani oleh BPSK.
Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dibuat untuk melindungi konsumen
dari tindakan yang tidak benar dari pelaku usaha. Maksud tindakan yang tidak
benar ini ada banyak, misal barang yang dijual tidak sesuai dengan rincian,
pelanggaran perjanjian, dan masalah lain yang harus diselesaikan dengan benar.
Nah,
berkaitan dengan sengketa dan juga peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK), berikut pokok-pokok UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
atau UUPK.
1.
Penyelesaian Sengketa
Berdasarkan
BAB X UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 46:
(1)
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga
yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(2)
Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
(3)
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-undang.
(4)
Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Melanjutkan
uraian di atas, pada Pasal 47, gugatan bisa dilakukan oleh konsumen yang
dirugikan atau ahli waris, sekelompok konsumen dengan kepentingan sama (class action), lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat, dan pemerintah/instansi tertentu.
2.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Kewenangan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tertuang pada Pasal 49 hingga Pasal
58. Pada Bab XI dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini
tertuang isi tentang pembentukan BPSK di tingkat Kabupaten/Kota, syarat
anggota, dan isi dari lembaga. Selanjutnya tugas dan kewenangan dari BPSK juga
tersaji di sini masalah penyelesaian dan putusan.
3.
Penanganan oleh BPSK secara Arbitrase
Berdasarkan
Pasal 52 huruf (a) pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, BPSK
memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa konsumen melalui mediasi atau
arbitrase. Penyelesaian ini merupakan kesepakatan dari konsumen dan juga pelaku
usaha.
4.
Putusan oleh BPSK
Saat
melakukan persidangan pihak BPSK akan membuat majelis yang terdiri dari paling
sedikit 3 orang. Anggota majelis terdiri dari pihak pemerintah, konsumen, dan
pelaku usaha. Kalau dalam persidangan pelaku usaha yang digugat tidak datang,
biasanya sidang akan dilanjutkan dan memberi kesempatan hingga persidangan
kedua sebelum akhirnya gugat konsumen diterima.
Selanjutnya
pihak BPSK akan mengeluarkan putusan paling lama 21 hari kera setelah gugatan
diterima. Pihak tergugat harus melakukan putusan dari BPSK selambatnya 7 haru
setelah menerima surat putusan. Kalau ingin menolak bisa dilakukan maksimal 14
hari setelah menerima putusan.
Kalau
pihak yang digugat tidak memberi respons selama 14 hari, mereka dianggap
menerimanya. Konsumen berhak mendapatkan apa yang mereka tuntut. Kalau dalam
periode tertentu pelaku usaha kembali tidak memberikan respons, berkas bisa
segera dilimpahkan ke penyidik untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku
di Indonesia. Biasanya tindakan eksekusi akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri
tempat konsumen dirugikan oleh pelaku usaha.
Inilah
beberapa hal tentang UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau
UUPK yang berkaitan dengan sengketa dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK). Semoga bisa Anda gunakan sebagai rujukan.
Sumber: BP Lawyers
0 komentar:
Posting Komentar