Selasa, 01 Januari 2019

BPSK - Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen






UU No.8 Tahun 199 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang masalah sengketa yang ditangani oleh BPSK.



Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dibuat untuk melindungi konsumen dari tindakan yang tidak benar dari pelaku usaha. Maksud tindakan yang tidak benar ini ada banyak, misal barang yang dijual tidak sesuai dengan rincian, pelanggaran perjanjian, dan masalah lain yang harus diselesaikan dengan benar.


Nah, berkaitan dengan sengketa dan juga peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), berikut pokok-pokok UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau UUPK.

1. Penyelesaian Sengketa

Berdasarkan BAB X UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 46:

(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Melanjutkan uraian di atas, pada Pasal 47, gugatan bisa dilakukan oleh konsumen yang dirugikan atau ahli waris, sekelompok konsumen dengan kepentingan sama (class action), lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, dan pemerintah/instansi tertentu.

2. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tertuang pada Pasal 49 hingga Pasal 58. Pada Bab XI dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini tertuang isi tentang pembentukan BPSK di tingkat Kabupaten/Kota, syarat anggota, dan isi dari lembaga. Selanjutnya tugas dan kewenangan dari BPSK juga tersaji di sini masalah penyelesaian dan putusan.

3. Penanganan oleh BPSK secara Arbitrase

Berdasarkan Pasal 52 huruf (a) pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, BPSK memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa konsumen melalui mediasi atau arbitrase. Penyelesaian ini merupakan kesepakatan dari konsumen dan juga pelaku usaha.

4. Putusan oleh BPSK

Saat melakukan persidangan pihak BPSK akan membuat majelis yang terdiri dari paling sedikit 3 orang. Anggota majelis terdiri dari pihak pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha. Kalau dalam persidangan pelaku usaha yang digugat tidak datang, biasanya sidang akan dilanjutkan dan memberi kesempatan hingga persidangan kedua sebelum akhirnya gugat konsumen diterima.

Selanjutnya pihak BPSK akan mengeluarkan putusan paling lama 21 hari kera setelah gugatan diterima. Pihak tergugat harus melakukan putusan dari BPSK selambatnya 7 haru setelah menerima surat putusan. Kalau ingin menolak bisa dilakukan maksimal 14 hari setelah menerima putusan.

Kalau pihak yang digugat tidak memberi respons selama 14 hari, mereka dianggap menerimanya. Konsumen berhak mendapatkan apa yang mereka tuntut. Kalau dalam periode tertentu pelaku usaha kembali tidak memberikan respons, berkas bisa segera dilimpahkan ke penyidik untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Biasanya tindakan eksekusi akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri tempat konsumen dirugikan oleh pelaku usaha.

Inilah beberapa hal tentang UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau UUPK yang berkaitan dengan sengketa dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK). Semoga bisa Anda gunakan sebagai rujukan.

Sumber: BP Lawyers




0 komentar:

Posting Komentar